Jakarta – Konflik internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kian memanas setelah kabar beredar bahwa Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) telah menandatangani Surat Keputusan (SK) Kepengurusan versi Mardiono. Keputusan ini langsung ditolak keras oleh Kaukus DPC PPP Pro Perubahan yang menilai langkah tersebut bertentangan dengan fakta persidangan Muktamar X.
Menurut mereka, mayoritas muktamirin atau peserta Muktamar X PPP, yang mencapai 90 persen dari total pemilik suara, tetap solid memberikan dukungan kepada Agus Suparmanto sebagai Ketua Umum terpilih. Ketua Kaukus DPC PPP Pro Perubahan, Fajar, menegaskan bahwa keluarnya SK Menkum HAM untuk kepengurusan Mardiono tidak sesuai dengan jalannya sidang muktamar.
“Kami yang mengikuti proses sidang Muktamar X, sementara mereka justru keluar dari arena muktamar. Fakta ini jelas menunjukkan siapa yang sah mengikuti prosedur organisasi. Oleh karena itu, SK Menkum HAM kubu Mardiono tidak sesuai dengan fakta muktamar dan kami menolaknya,” tegas Fajar, alumni Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo, Jumat (3/10).
Fajar yang akrab disapa Akang Fajar menambahkan bahwa perjuangan Kaukus DPC PPP Pro Perubahan belum selesai. Ia menyebut konflik internal ini masih berada di ranah elite partai, dan pihaknya memilih tetap solid sambil menunggu langkah hukum maupun politik yang lebih lanjut. “Kita doa-doa saja, perang di level elit belum selesai. Kita tunggu saja, tapi yang pasti kami tidak akan goyah,” ujarnya.
Pernyataan serupa juga datang dari Abdul Wahab, Sekretaris DPC PPP Kabupaten Sumba Barat yang juga menjabat Sekretaris Kaukus DPC PPP Pro Perubahan. Ia menekankan bahwa Agus Suparmanto dipilih secara aklamasi berdasarkan jalannya sidang muktamar, sehingga legitimasi kepemimpinan berada pada kubu perubahan.
“Yang betul-betul terpilih secara aklamasi adalah Agus Suparmanto. Kami tidak mungkin menerima tindakan Menkum HAM yang menyalahi fakta persidangan muktamar. Berangkat dari hal itu, kami Kaukus DPC PPP Pro Perubahan meminta Presiden Prabowo untuk memerintahkan Menkum HAM mencabut SK tersebut,” tegas Wahab, yang juga dikenal sebagai mantan aktivis lingkungan.
Sementara itu, Abu Yazid Merdeka selaku Koordinator Kampanye Media Kaukus Pro Perubahan menilai pengesahan kepengurusan Mardiono oleh Menkum HAM sebagai tindakan yang berbahaya bagi demokrasi internal partai politik di Indonesia. Ia menegaskan bahwa langkah itu tidak boleh dibiarkan begitu saja.
“Pengesahan Menkum HAM terhadap kepengurusan Mardiono tidak boleh dibiarkan. Kami akan lawan, dan Presiden harus perintahkan Menkum HAM mencabut SK tersebut. Kalau tidak, ini bisa menjadi preseden buruk bagi partai politik di Indonesia, di mana hasil muktamar yang sah bisa diabaikan hanya karena tekanan politik segelintir elite,” pungkasnya.
Dengan sikap yang konsisten, Kaukus DPC PPP Pro Perubahan menyatakan akan terus mengawal proses hukum dan politik terkait dualisme kepengurusan ini. Mereka juga menyerukan kepada seluruh kader PPP di daerah agar tetap tenang, solid, dan tidak terprovokasi oleh keputusan yang dianggap menyalahi mekanisme organisasi.